Dialog Hati

Juga, seberapa jauh kau bisa lari dari dirimu sendiri, meringkuk dalam benteng-benteng buta, perisai ketidakpedulian yang rapuh. Sepi, putus asa, sendiri; karena ketidakmampuan membuka hati untuk sebuah keterpautan. Kegagalan mengguratkan garis yang menyatukanmu dengan titik lain. Terkeping. Tersudut. Hening. Hanyut.
Betapa susah untuk sekadar memulai hubungan paling sederhana. Menggapai melintasi kekosongan, mendapatkan hati manusia lain. Menggapai melintasi kekosongan, menemukan dirimu sendiri. Menyuarakan kehampaan itu, merayapi bentangan tembok pemisah.
Mungkin karena kita sendiri tak sepenuhnya siap membuka diri, takut pada apa yang akan menyeruak keluar, cemas pada apa yang lama dipendam. Juga tidak mudah menemukan kata untuk mengurangi sesak jiwa. Keluh kesah tak pernah terdengar indah, tidak bisa dengan mudah ditata, dikasih bingkai, kemudian dipajang untuk mengundang decak kekaguman.
Mengakui keterasingan diri itu sebuah perjuangan berat. Itu seperti mengungkap kerapuhanmu sendiri. Menyakitkan. Pengakuan seorang makhluk yang tak sempurna, yang kalah, yang goyah mencari pegangan. Ingin dicintai, ingin dimengerti.
Kita takut kepada orang lain, lebih takut lagi kepada diri kita sendiri.
Senyap datang dan tak pernah ingin pulang. Kita menggigil, dalam belitan sepi yang mencekik, sendirian, tak menemukan kata menggambarkan dingin itu, pun tak menemukan sesiapa untuk mendengarnya.
Cahaya memburam, seakan enggan menjangkau pandanganmu. Bahkan pengetahuan pun, kekuatan itu, tak berguna melindungimu dari kepungan detak waktu yang membuatmu mengerdil.
Tak ada jalan keluar …
Keuali terus berusaha menyambungkan senyapmu dengan senyap di diri orang lain. Bangun jembatan antarhati yang kesepian, tidak dengan kepura-puraan, kebohongan dan kepalsuan, juga tidak dengan senjata atau kekuatan yang dipaksakan. Sebab hanya dengan bagian terlembut, terhalus, terapuh dari hatimu, kekuatan sesungguhnya bisa dibangun.
*****
Kita akan terus kehilangan lebih banyak bagian dari jiwa kita, terenggut satu-satu, lepas, keping demi keping; sampai kita menyadari, bahwa setiap yang kita lakukan akan berbuah konsekuensi, kini atau nanti, bahwa setiap orang butuh orang lain, bukannya sebuah lubang untuk bersembunyi. Bahwa apa yang kita rasa adalah nyata. Bahwa apa yang kita impikan bisa terwujud. Bahwa keputusasaan bisa ada di mana saja, menguasai, perkasa, mencabik-cabik semua.Tetapi juga, bahwa cinta ada di sana, menunggumu mendekat, menunggumu membuka diri seluas-luasnya, untuk dicintai sepenuh-penuhnya.
0 komentar