GELAP, sunyi, gelap, sunyi; sudah aku duga ada yang tak beres pada April kali ini. Matahari bersinar jelas dan percakapan-percakapan jatuh di jalan-jalan seperti hujan, seperti simfoni, tapi yang mengepungku masih saja bernama gelap dan sunyi.
Barangkali, sebab jauh dari rumah, dari ibu , jarak kemudian melamurkan pandangan demi memantik rindu yang berhulu dari kenangan. Oh, jarak, kepadanya pernah aku menitip harap teramat banyak, namun akhirnya hanya tersisa tak ada yang kita; hanya ada kau yang saja dan aku tak pernah ada.
Aku tahu, April tak kunjung ramah pada kelopak bunga musim semi dan hujan hujan terus menggenangi kotaku , meninggalkan kesegaran Tapi mengapa April kali ini juga tak ramah padaku? Dalam gelap, dalam sunyi; tak kumiliki April kali ini. Juga kau yang memanggilku dengan nama orang lain.
Gelap, sunyi, gelap, sunyi; untuk gelap aku nyalakan lampu, buat sunyi aku tulis puisi. Menulis puisi, sayangku, tak seperti membangun museum atau surga; penghuninya tak akan abadi begitu saja. Menulis puisi tak ubahnya seperti aku membakar jantung sendiri, namun tak kau lihat apa pun selain asap dan api. juga ketiadaanmu
seperti aku menulis puisi
seperti aku mencintai kau
0 komentar