Semoga Membaik bu

by - March 25, 2013

Jadi seumpama Kayu yang busuk, 
tak bisa diukir. Bejana bocor takkan bisa penuh,
walau di bawah air terjun ia ditaruh.
Kemarin , hari minggu tanggal 25 Maret 2013, saya akhirnya bersitegang dengan orang yang hampir sama dengan pribahasa diatas, orang yang kalo saya sih lebih baik menyebutnya manusia yang tidak punya hati.
sudah lama ibu saya menderita diabetes sudah sejak tahun 2001 , sudah dua belas tahun kurang lebih, penyakit ini memang melumpuhkan sebahagian gerak dan aktivitas ibu saya, karna bawaan penyakit ini tidak hanya capai tapi bahkan mudah pingsan, Alhamdulillah sejauh ini ibu saya belum pernah pingsan di tempat umum,  tidak beliau saja, kami juga serasa lumpuh dan lemas sejak mendengar ibu terkena penyakit itu, 
dan sejak 12 tahun yang lalu saya berkenalan dan berteman baik dengan penyakit ini, diabetes rasanya sudah menjadi salah satu anggota di rumah kami, harus diakui dibetes ini menyentuh semua aspek di rumah, Misalnya mulai dari masakan, isi kulkas, kegiatan di rumah semua nya kami atur agar semua yang ibu lakukan sesuai dengan taraf yang tepat, porsi yang tepat, sehingga diabetes ibu tidak kumat.

Jadi salah satu Hal yang paling sering membuat ibu nge-drop adalah "Masalah" ketika ibu bertemu masalah dipikirannya, atau ada sesuatu yang mengganggu hatinya, maka sudah dapat dipastikan, sehari itu ibu gak akan bisa bangun dari tempat tidur, tubuhnya lemah dan sudah barang tentu dia tidak akan bisa makan dengan baik, Hal hal seperti ini belakangan terjadi makin sering, dulu  sebelum acara lamaran saya, hal yang menggangu pikiran ibu mungkin acara pernikahan saya dan segala kerempongan mengurus acara saya, ibu makin lemah menjelang saya Lamaran / Tunangan, bahkan sehari sebelum acara Lamaran saya ,ibu sedang sakit parahnya dan terbaring di kasur, tapi beliau tetap memaksakan acara tetap berlangsung, saya waktu itu tidak paham apa  yang benar benar mengganggu pikiran ibu, hingga saya tahu sekarang, bahwa melepaskan anak menikah itu bukan perkara gampang, banyak macam perasaan bermain di logika, inilah yang kadang menghadirkan rasa sedih, senang, haru, ini pula yang membuat ibu saya lebih sering berpikir.
namun alhamdulillah senang rasanya setelah saya menikah ibu sekarang tidak lagi sering sakit dan nge drop 
malah makin sehat tampaknya 

Rasa senang saya akhirnya tiba tiba harus di pupus ketika saya mendengar ibu kembali berpikir, nge drop lagi kemarin, disaat saat saya jauh darinya, dan sudah lama tidak pulang kampung sehingga saya bahkan tidak bisa membaca masalah apa yang sedang bergulir di pikiran ibu, akhirnya setelah saya terus mengorek informasi dari ibu, ibu saya sedang berpikiran tentang hutang seorang adik bungsunya, alias tulang saya yang sejak jaman dia masih lajang hingga sekarang belum dibayarnya kepada abang tertua ibu saya alias tulang saya juga yang paling besar, Aneh memang kenapa ibu saya yang jadi memikirkan hal itu? tapi itulah tipikal ibu saya, tipikal orang yang ingin menyelesaikan semua masalah keluarga bahkan yang di luar kemampuannya pun, saya kadang iba kepada ibu saya, kenapa sanking dia peduli sama orang harus mengorbankan banyak pada diri sendiri yang saya sayangkan hal ini pasti akan berdampak pada kesehatan ibu saya.

Akhirnya kemarin saya marah sebenar benar marah, bahkan bercampur sedih yang sesedih sedihnya, saya telpon kedua tulang saya, dan saya tidak perduli mau dibilang anak kecil yang ikut campur atau apapun, saya tidak peduli dengan apapun yang akan mereka omongkan kepada saya, bahwa yang saya pedulikan adalah kesehatan ibu saya, harga yang harus saya bayar dengan apapun, saya menelpon kedua tulang saya, menyuruh mereka menyelesaikan masalah mereka dengan gentle, karna yang selama ini saya dengar, mereka selalu berlarut larut mengenai masalah hutang ini, tidak ada yang secara frontal berani menagih, dan tidak ada yang secara sadar harus melunasi, semua serba gantung,

Saya sadar saya sudah bertindak jauh, lebih dari itu saya memang harus bertindak jauh, kesehatan ibu saya adalah harga mati yang harus saya bayar dengan apapun, dan masalah hutang itu harus saya pecahkan dulu gelembung masalahnya, agar kedua belah pihak yang bertikai sadar, bahwa mereka memang harus saling berargumen, agar terjadi penyelesaian, bukan malah saling membeberkan kesana kemari tentang sesuatu hal yang diomongkan pun belum adanya

Setelah saya telp saya tahu kebencian sedikit banyaknya akan menjalar kepada saya, bahkan mungkin cacian, tapi saya lega, mereka harus ikut menjaga kestabilan ibu saya, karna mereka adalah abang dan adik ibu saya , mereka tidak mau kan membunuh saudara mereka sendiri ?
dan kalau sampai mereka masih belum juga berunding sehingga menambah nambah pemikiran ibu saya,  lihat saya, saya ini bukan anak kecil seperti yang mereka kira, saya adalah anak ibu saya, saya adalah perempuan yang menukar apapun demi kesehatan ibu saya, Apapun !!!  




You May Also Like

1 komentar